oleh

Putusan MK Dorong DPR RI Segera Revisi UU Pemilu, Bawaslu Diminta Lebih Tajam dan Berani

NUNUKAN – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) disebut jadi pilar penting terhadap dinamika Pilpres dan penyelenggaraan pemilu di Indonesia.  Hal ini ditegaskan oleh Tenaga Ahli Komisi II DPR RI, Kadri Yusuf Afandy dalam kegiatan Dialog dalam hal Penguatan Kelembagaan, Bawaslu Mendengar : Proyeksi Strategis Pengawasan dalam Menghadapi Pemilu Nasional dan Lokal di Perbatasan yang digelar Bawaslu Nunukan pada Senin 15 September 2025.

Fandy menegaskan, pasca putusan MK, revisi Undang-Undang Pemilu akan bergerak cepat dan segera masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

“Keputusan MK jelas sangat berhubungan dengan Pilpres. Pasca putusan ini kami di DPR langsung menindaklanjuti. Dalam waktu dekat revisi Undang-Undang Pemilu harus bergerak cepat,” ujarnya saat ditemui seusai dialog.

Dia mengatakan putusan MK ini memang bertentangan dengan Undang-Undang lama sehingga banyak hal yang harus direvisi. Isu yang paling disorot adalah kemungkinan perubahan masa jabatan legislatif daerah.

“Soal masa jabatan itu juga bertentangan dengan Undang-Undang. Ini titik krusial. Apakah DPRD nanti menjadi 7,5 tahun, tetap 5 tahun, atau dikembalikan ke partai politik masing-masing seperti pola 2,5 tahun? Karena di DPRD tidak ada penjabat seperti di jabatan bupati, gubernur, atau wali kota,” jelasnya.

Ia pun mendesak agar revisi UU Pemilu segera dirampungkan. “Kita tidak bisa berlama-lama. Dalam waktu dekat harus selesai,” katanya.

Disinggung potensi kerusuhan akibat polemik regulasi, Kadri Yusuf Afandy menepisnya.

“Kalau dibilang potensi rusuh, tidak ada. Ini murni soal regulasi yang harus diperjelas. Keputusan MK justru memberi masukan kepada DPR bahwa ada yang harus diperbaiki. Ke depan DPR harus lebih spesifik memikirkan pemilu nasional dan pemilu daerah, dampaknya bagi daerah juga harus dipetakan,” paparnya.

Ia juga menyoroti beban berat penyelenggara pemilu yang selama ini pelaksanaan pemilu serentak baik DPR, MPR, DPD, dan DPRD provinsi/kota dalam satu waktu.

“Yang terjadi? KPPS kelelahan, bahkan ada yang meninggal dunia. Itu juga faktor kenapa pemilu pusat dan daerah harus dipisahkan. Penyelenggara pemilu tidak bisa terus dipaksa kerja ekstra tanpa dukungan yang memadai,” ungkapnya.

Mengenai anggaran, ia menegaskan itu akan dibahas di DPR. “Anggaran pasti akan dibicarakan. Tapi yang jelas, pasca keputusan MK ini arah kebijakan berubah total,” tandasnya.

Pada kesempatan itu, ia juga menyoroti pentingnya penguatan kelembagaan pengawas pemilu. “Wewenang Bawaslu harus diperkuat. Banyak masukan dari peserta agar Bawaslu tidak seperti ‘macan ompong’,” sebutnya.

Selama ini, kata dia, Bawaslu hanya bisa menindak, tidak bisa memutuskan. Bahkan, banyak peserta meminta agar Bawaslu bisa punya power mengeksekusi, seperti pengadilan sendiri, tanpa harus bergantung pada kepolisian atau kejaksaan.

Menurutnya, masukan ini sudah diterima DPR dan berpeluang masuk dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) revisi UU Pemilu. “Saya menerima semua masukan itu dan saya setuju. Wewenang Bawaslu harus diperkuat lewat revisi kewenangan. Ini juga jadi masukan untuk Komisi II,” lanjutnya.

Ia memastikan DPR bergerak cepat. Bahkan, kata dia, Ketua Komisi II juga sudah menyampaikan, Undang-Undang Pemilu kali ini akan lebih cepat daripada sebelumnya. “Kalau periode lalu baru diketok menjelang pemilu, sekarang pasca putusan MK ini karena ada kekosongan hukum, dalam waktu dekat pasti diproses,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Kabupaten Nunukan, Moch. Yusran mendorong DPR RI dan Pemerintah selaku pembentuk undang-undang untuk segera membahas revisi Undang-Undang Pemilu dan Pemilihan dengan memasukkan substansi putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini disampaikannya saat menjadi narasumber.

Yusran menyebutkan, beberapa putusan MK yang perlu diakomodasi antara lain pemisahan pemilu nasional dan lokal serta Putusan MK Nomor 104/2025 tentang perluasan kewenangan eksekutorial atau kewenangan memutus dalam penanganan pelanggaran administrasi dan sengketa Pilkada.

“Termasuk putusan MK lainnya yang berkorelasi pada perbaikan sistem pemilu dan pemilihan kita, seperti threshold pencalonan kepala daerah dan sebagainya,” ujarnya.

Selain itu, Yusran juga mendorong penguatan lembaga pengawas pemilu. Menurutnya, banyak problematika yang dihadapi pengawas pemilu dalam menegakkan keadilan.

Misal, mekanisme pemeriksaan laporan dan temuan model in absentia, perlu penyesuaian waktu pemeriksaan dengan kalender, serta perlindungan bagi pelapor dan saksi.

“Dengan penguatan Bawaslu dalam revisi UU Pemilu nanti, diharapkan hambatan dan problematika pencegahan dan penanganan pelanggaran dapat lebih optimal karena perkara bisa terus ditangani tanpa kehadiran pelaku dugaan pelanggaran,” terangnya.

Yusran juga menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pelaporan maupun menjadi saksi dugaan pelanggaran. Menurutnya, hal ini akan mempermudah penanganan perkara seperti politik uang.

“Jadi penekanannya, revisi UU Pemilu bukan hanya soal pemisahan pemilu nasional dan lokal, tetapi bagaimana substansi masalah dalam pemilu bisa diselesaikan. Bagaimana menjamin pelanggaran pemilu seperti politik uang, menjaga netralitas aparatur negara, ujaran kebencian, dan berita bohong dapat diminimalisir,” pungkasnya.

Penulis : Ryan Rivaldy | Editor: Akbar