oleh

Ratusan Buruh di Nunukan Di-PHK, KSBSI: Bukan Prestasi, Tapi Ironi

RUBRIKKALTARA.ID, NUNUKAN – Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kabupaten Nunukan menegaskan menolak segala bentuk Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), baik yang disebut prosedural maupun non-prosedural.

Penolakan ini disampaikan langsung oleh Ketua KSBSI Nunukan, Iswan, usai menyusul maraknya kasus PHK yang terjadi di Kabupaten Nunukan dalam periode Januari hingga September 2025.

Iswan, menilai pemerintah melalui Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) tidak semestinya membenarkan praktik PHK dengan alasan apapun. Sebaliknya, pemerintah harus mendorong dan duduk bersama pihak pengusaha untuk mencari jalan keluar sebelum mengambil keputusan melakukan PHK.

“Intinya kami dari KSBSI menolak PHK apa pun bentuknya, baik prosedural maupun non-prosedural. Disnaker sebagai dinas yang bertanggung jawab harus memastikan tidak ada pembenaran terhadap PHK. Pengusaha seharusnya mencari solusi sebelum sampai ke tahap PHK,” tegas Iswan Minggu 28 September 2025.

Iswan juga mengkritik langkah Disnakertrans yang membedakan PHK prosedural dan non-prosedural. Menurutnya, tidak ada regulasi yang mengatur klasifikasi tersebut.

“Tidak ada di dalam undang-undang yang menganut istilah PHK prosedural dan non-prosedural. Maka dari itu, tidak tepat jika Disnaker membuat klasifikasi seperti itu,” tambahnya.

Menurut data dari Disnakertrans Nunukan mencatat sepanjang periode Januari–September 2025, sebanyak 409 pekerja mengalami PHK secara prosedural. Dari jumlah itu, 207 pekerja memilih resign, 131 berhenti sepihak, 38 habis masa kontrak, dan 18 memasuki masa pensiun.

Selain itu, perselisihan hubungan industrial juga turut menjadi sorotan. Di PT KHL misalnya, sebanyak 477 pekerja mengalami PHK akibat konflik perjanjian kerja, tuntutan hak, maupun perbedaan pandangan dengan perusahaan. Sebagian pekerja masih menjalani proses mediasi, namun banyak pula yang sudah memilih pindah ke perusahaan lain sehingga Disnakertrans menganggap mereka telah menerima keputusan PHK.

Menaggapi hal itu, Iswan mengatakan Angka tersebut dianggap sangat tinggi dan menjadi catatan kelam dunia ketenagakerjaan di wilayah perbatasan.

“PHK sebanyak 900 orang bukan prestasi, tapi justru ironi. Apalagi ada kasus terbaru, ketika perusahaan tidak lagi beroperasi, sekitar 200 buruh langsung di-PHK,” ungkap Iswan.

Selain itu, KSBSI juga menyoroti fenomena lebih dari 200 pekerja yang mengundurkan diri atau resign dalam tahun yang sama. Menurut Iswan, kondisi ini tidak pernah terjadi sebelumnya dan perlu menjadi perhatian serius.

“Kalau kontrak habis atau pensiun, itu wajar. Tapi kalau ada ratusan buruh resign hampir bersamaan, ini tanda tanya besar,” katanya.

KSBSI mendesak pemerintah daerah bersama pihak perusahaan lebih serius mencari solusi agar tidak terjadi lagi gelombang PHK di Nunukan. Iswan menekankan, PHK harus menjadi opsi terakhir, bahkan sebisa mungkin dihindari, karena menyangkut keberlangsungan hidup ratusan keluarga pekerja.

Penulis: Ryan Rivaldy | Editor: Akbar